Friday, May 20, 2005

Beberapa Saran untuk Menulis Artikel Opini

“Mengarang itu gampang,” tulis Arswendo Atmowiloto dalam serialnya di majalah Hai, lama sebelum ia dipenjarakan. Walau terdengar agak berlebihan, gagasan Arswendo ini banyak benarnya. Yang menjadi persoalan, siapa yang mau membaca?
Pada era kini, saat pintu kebebasan berekspresi dibuka lebar-lebar, hampir semua orang membuka mulutnya lebar-lebar. Apalagi jumlah media massa mengalami inflasi, berkat ditiadakannya Surat Izin Usaha Penerbitan Pers yang pada masa Orde Baru menjadi penghalang yang efektif bagi tumbuhnya media massa.
Di tengah-tengah ledakan partisipasi ini, keberanian beropini bukan hal yang aneh lagi. Jika di masa lalu, semakin vokal seseorang atau suatu media, maka ia atau media itu akan makin populer, maka kini orang tidak peduli lagi.
Dalam situasi seperti ini, bagaimana menulis artikel opini yang efektif?
Unik
Di tengah-tengah gegap-gempita ini, artikel opini yang mampu menarik perhatian orang adalah artikel yang unik. Ada tiga hal yang membuat suatu artikel berbeda dari yang lain:
Isi
Pendekatan
Penyajian
Isi yang unik berkaitan dengan gagasan yang sama sekali berbeda dengan apa yang dipikirkan banyak orang. Contohnya adalah tulisan Mochtar Pabotingi dalam majalah Tempo edisi Akhir Tahun 2000. Dalam artikelnya yang berjudul …, Pabotingi, ahli ilmu politik dari LIPI, menegaskan bahwa keempat pemimpin nasional yang ada sekarang, yaitu Abdurahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, Amien Rais dan Akbar Tanjung, tidak mampu memimpin bangsa ini keluar dari krisis, dan karena itu harus diganti.
Gagasan ini muncul saat orang mempersoalkan kepemimpinan Gus Dur, dan sebagian berharap Megawati Soekarnoputri mengambil alih kekuasaan eksekutif. Namun, analisa Pabotingi melompat jauh ke depan dan memperingatkan bahwa Mega juga tidak akan mampu, demikian pula Amien dan Akbar. Lepas dari setuju atau tidak, pendapat ini menarik perhatian karena isinya yang berbeda dengan apa yang menjadi arus utama pemikiran pada saat ini.
Pendekatan yang unik berkaitan dengan bagaimana suatu persoalan yang menjadi perhatian bersama didekati dengan cara yang berbeda sama sekali. Contoh adalah persoalan korupsi yang merajalela kembali belakangan ini. Sudah banyak artikel yang ditulis mengenai hal ini, namun Sudirman Said berhasil mencuri perhatian dengan artikelnya di majalah Tempo edisi akhir tahun. Ketua Badan Pelaksana Masyarakat Transparansi Indonesia ini berargumen bahwa tidak akan ada badan anti korupsi yang bisa bekerja efektif di Indonesia pada saat ini. Kenapa? “Sementara para koriptor bekerja sungguh-sungguh dengan sepenuh waktu mereka, para anggota badan-badan anti korupsi menjalankan tugas mereka secara paruh waktu,” tulis Sudirman.
Open Mind
Bagaimana kita bisa menyajikan gagasan yang unik? Ada beberapa cara:
Mengembangkan rasa ingin tahu yang kuat[1]. Perbedaan utama seorang jurnalis dengan profesi lainnya adalah rasa ingin tahunya. Kadang kala ini menjengkelkan, namun kalau dikemas dengan elegan, rasa ingin tahu ini bisa menghasilkan banyak gagasan segar.
Membuka pikiran terhadap berbagai kemungkinan baru. Para psikolog memperkenalkan istilah ‘mental block’ untuk menjelaskan mengapa orang tidak kreatif. Banyak orang yang secara tidak sadar membatasi dirinya hanya untuk mengetahui apa-apa yang ia mau tahu dan tidak mau tahu apa-apa yang ia tidak mau tahu. Sebagai pembenaran, mereka menggunakan berbagai alasan seperti ‘tabu’, ‘terlalu berat’, ‘malas ah’, ‘pamali’ dll. Akibatnya pikirannya menyempit, dan memandang persoalan bagai mengenakan kacamata kuda. Agar tetap kreatif, para psikolog menyarankan pada kita, “to think outside the box,” dengan membuka diri terhadap alternatif-alternatif baru yang mungkin selama ini tidak terfikirkan. Bahkan beberapa pakar manajemen menyarankan agar kita membebaskan diri dari kebiasaan berfikir secara struktural.
Mengamati dengan jeli apa yang terjadi dalam lingkungan kita[2]. Begitu banyak hal yang terjadi setiap hari, tapi tidak banyak orang yang peka dengan berbagai perubahan ini. Jika anda mau menyisihkan sedikit waktu dan tenaga untuk memperhatikan apa-apa yang tengah terjadi, niscaya anda akan menemukan banyak hal yang menakjubkan. Tahukah anda bahwa kini semakin banyak siswi SLTA yang membeli alat tes kehamilan, sedangkan para siswa menyelipkan kondom di balik dompet mereka? Fenomena yang mengagetkan ini ditemukan majalah Hai dalam pengamatan di beberapa apotik di Jakarta akhir tahun 2000.
Banyak membaca buku[3]. Begitu banyak buku yang kini beredar di pasaran, begitu banyak fakta dan data yang diungkap. Dengan banyak membaca, anda akan semakin terampil menganalisa masalah, serta kaya dengan data serta fakta. Ini modal penting untuk mengembangkan gagasan yang unik. Sayangnya, kini banyak kaum muda yang enggan menghabiskan waktu untuk membaca buku. Mereka lebih suka menonton televisi, mendengarkan radio atau mencukupkan diri hanya dengan membaca tabloid atau koran. Inilah penyakit generasi instan.
Rajin menulis dan berdiskusi. Menulis diakui sebagai salah satu latihan otak yang paling baik, karena kegiatan ini mendorong otak untuk berimajinasi, berfikir luas, dan mengingat kembali berbagai informasi yang tersimpan selama ini serta merangsang otak untuk merangkaikan kembali kepingan-kepingan informasi ini.Jadi? Mengarang memang gampang, tetapi membuat artikel opini yang baik butuh kemauan keras dan latihan yang rutin.
Selamat menulis.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home